skip to main |
skip to sidebar
Abu Nawas dalam menghadapi pencuri. Abu Nawas yang kesehariannya hidup pas-pasan, masih ada didatangi oleh pencuri, mau mencuri apa ya si pencuri ini.
Suatu malam seorang pencuri telah membobol rumah Abu Nawas, dan beruntung, Abu Nawas melihatnya.
Tapi karena malu, Abu Nawas langsung bersembunyi di dalam sebuah kotak besar yang terletak di sudut ruangan.
Kisahnya..
Abu Nawas diketahui oleh semua orang memang memiliki kebun yang luas,
akan tetapi dirinya selalu berusaha tampil sederhana, hal itu
ditunjukkan dengan rumahnya yang hanya beralaskan ubin sederhana dan tak
tampak barang-barang mewah semacam guci keramik ataupun benda berharga
lainnya.
Tapi entahlah, apa yang membuat seseorang berusaha masuk ke dalam dengan
maksud mendapatkan benda-benda berharga. Dengan langkah perlahan, si
pencuri masuk ke rumah Abu Nawas melalui pintu belakang secara diam-diam.
Abu Nawas Bersembunyi
Ya ampun....si pencuri berhasil masuk ke dalam rumah Abunawas dan langsung menuju ruang tengahnya.
Dengan sigap, pencuri yang beraksi sendirian tersebut lantas memandangi
satu persatu barang berharga yang ada di ruangan. Pencuri tersebut
langsung mengaduk-aduk isi rumah Abu Nawas.
Seperti kebanyakan para pencuri lainnya, si pencuri juga mencari uang
atau pun barang berharga yang dimiliki oleh Abu Nawas. Dia membuka
lemari, laci-laci, mencari di kolong-kolong, dan di tempat lainnya. Tapi
ia tidak menemukan satu pun barang berharga yang dimiliki oleh Abu Nawas.
Semua bagian ruangan di rumah Abu Nawas pun diperhatikannya
dengan baik-baik. Setiap sudut ruangan pun tak luput dari pandangannya
demi mendapatkan barang berharga milik Abu Nawas.
Tapi tampaknya gerak-gerik si pencuri ini diketahui oleh Abu Nawas.
Hanya saja, mengetahui rumahnya didatangi pencuri, Abu Nawas bukannya berteriak minta tolong, dirinya malah bersembunyi di sebuah kotak besar yang berada di sudut ruangan dengan harapan si pencuri tidak mengetahui keberadaannya.
Tangan Hampa
Si pencuri ini sangat leluasa mencari barang berharga di rumah Abu Nawas, namun hampir selama 1 jam si pencuri tidak menemukan satu barang pun yang berharga.
Pencuri hampir saja menyerah dan memutuskan untuk keluar dari rumah Abu Nawas tersebut, tapi tiba-tiba matanya tertuju pada kotak besar yang teletak di sudut ruangan kamar Abu Nawas.
Si pencuri sangat senang karena dia yakin kalau dalam kotak itulah
disimpan harta benada yang dia cari. Dalam angan-angannya, di dalam
kotak besar tersebut tersimpan beberapa batang emas ataupun beberapa butir mutiara yang jika dijual akan menghasilkan banyak uang yang dapat digunakannya untuk berfoya-foya.
Walaupun kotak besar itu terkunci kuat dari dalam, tapi dengan kekuatan penuh, pencuri itu berhasil membuka kotak tersebut.
Hiyaa...pencuri dan Abu Nawas saling bertatapan muka dan kaget satu sama
lain, dan pencuri sekaligus kecewa karena di dalam kotak besar itu juga
tidak terdapat apa-apa kecuali Abu Nawas yang meringkuk di dalmnya.
"Hei...apa yang kau lakukan di dalam situ?" tanya si pencuri.
"Aku bersembunyi darimu," jawab Abu Nawas dengan malu.
"Memangnya kenapa?" tanya pencuri lagi.
"Aku malu kepadamu, karena aku tak punya apapun yang dapat kuberikan
kepadamu. Itulah alasan kenapa aku bersembunyi di dalam kotak ini," jawab Abu Nawas lagi.
Setelah mendapat jawaban tersebut, si pencuri pun pergi meninggalkan rumah Abu Nawas begitu saja dengan tangan hampa, dengan perasaan kecewa dan heran, kenapa si Abu Nawas yang memiliki kebun luas kok bisanya tidak memiliki satupun barang berharga yang dimiliki.
Itulah Abu Nawas, dia tampil dengan sangat sederhana dalam kehidupannya namun dia selalu bersyukur kepada Allah SWT karena dia yakin kalau yang orang yang lebih fakir dari dia masih banyak.
Lagi-lagi kisah mengenai Abu Nawas tidak ada habisnya untuk dibaca,hal itu dikarenakan karena Abu Nawas sangat cerdik.
Seperti kisah yang berikut ini, dimana kecerdikan Abu Nawas diuji oleh sahabat lamanya Abdul Hamid.
Ia telah meminta bantuan kepada Abu Nawas dlam hal mencari tanduk kambing yang besarnya sejengkal manusia untuk memenuhi nazar Abu dul Hamid.
Kisahnya...
Dahulu di Negeri Persia hiduplah seorang lelaki bernama Abdul Hamid AL Kharizmi.
Lelaki ini adalah seorang saudagar kaya raya di daerahnya. Namun sayang,
ia belum juga dikarunia seorang anak meskipun usia pernikannya sudah
mencapai lima tahun.
Pada suatu hari, setelah shalat Ashar di masjid, ia bernazar,
"Ya Allah...jika Engkau mengaruniaku seorang anak, amak akan
kusembelih seekor kambing yang memiliki tanduk sebesar jengkal manusia."
Tanpa diduga, setelah ia pulang dari masjid, istrinya yang bernama
Zazariah berteriak sambil memeluknya ketika Abdul Hamid sampai di depan
pintu rumah,
"Wahai suamiku...Ternyata Allah sduah mengabulkan doa kita selama ini, aku hamil," ungkap istrinya.
Saat itu Abdul Hamid tampak bingung.
Minta Bantuan Abu Nawas.
Pasangan suami istri itu sangat bahagia. Abdul Hamid sangat menyayangi
dan meperhatikan istrinya saat ia hamil. Setelah sembilan bulan lamanya,
akhirnya istrinya melahirkan seorang anak laki-laki yang lucu yang
diberi nama Abdul Hafiz.
Beberapa minggu setelah kelahiran anaknya, ia teringat akan nazar yang
telah diucapkan di masjid dahulu, yaitu menyembelih kambing yang
memiliki tanduk sebesar jengkal manusia. Namun setelah dicari ke seluruh
pelosok, kambing yang dia maksud belum ketemu juga.
Dia merenung, dan tiba-tiba saja ia teringat akan teman lamanya yang bernama Abu Nawas, seorang sahabat yang sangat cerdik. Ia menyuruh anak buahnya untuk mencari tahu keberadaan Abu Nawas.
Setelah beberapa hari mencari, anak buah Abdul Hamid menemukan juga
rumah Abu nawas karena Abu Nawas ini orang yang sangat terkenal di
jamannya.
Sesampainya di rumah Abu Nawas, anak buah Abdul Hamid menceritakan kejadian yang dialami oleh majikannya.
"Baiklah, aku akan pergi ke sana, tapi tunggu, aku akan berpamitan dulu dengan istriku," kata Abu Nawas kepada anak buah Abdul Hamid.
Abu Nawas pun berangkat bersama anak buanya Abdul Hamid,meskipun dia
belum menemukan akal untuk memecahkan masalah yang dialami oleh
sahabatnya.
Sesampainya di Persia, Abu Nawas disambut oleh Abdul Hamid dan istrinya.
Setelah menceritakan maslah yang menimpanya, Abu Nawas berkata,
"Berilah aku waktu semalam saja untuk berfikir. Besok pagi akan aku beri jawabannya."
Setelah itu Abu Nawas dipersilahkan untuk beristirahat di kamrnya.
Semalam suntuk dia tak bisa tidur, untuk mencari akal mengenai jawaban
yang akan diberikan kepada sahabatnya besok pagi. Setelah bebrapa jam
memeras otak, akhirnya dia tidur juga malam itu, yang menandakan bahwa
jawaban telah dia temukan.
Jengkalnya Bayi.
Keesokan paginya, Abu Nawas menyuruh anak buah Abdul Hamid untuk menyiapkan seekor kambing di kebun belakang rumah pada tengah hari. Abu Nawas bilang akan memberikan sebuah kejutan untuk sahabatnya, Abdul Hamid.
Saat matahari sudah berada tepat di atas kepala, Abu Nawas mengajak Abdul Hamid peri ke kebun rumahnya.
"Aku sudah menemukan kambing yang kau cari," kata Abu Nawas.
Wajah Abdul Hamid kaget dan bingung tak mengerti, karena kambing yang diperoleh Abu Nawas
ternyata hanya kambing yang biasa saja, ia mulai mengira bahwa tanduk
dari kambing itu belum sejengkal manusia. hatinya pun mulai ciut.
"Baiklah sahabatku, sekarang engkau dapat menepati nazarmu untuk
menyembelih kambing yang mempunyai tanduk sebesar jengkal manusia," kata Abu Nawas.
"Tapi bukankah tanduk kambing itu sama saja dengan tanduk kambing yang lainnya, tidak sebesar jengkal manusia," ujar Abdul Hamid ragu.
Lalu Abu Nawas menyuruh Abdul Hamid membawa anaknyake sana. Setelah
Abdul Hamid menyerahkan anaknya, Abu Nawas lalu mngukur jengkal bayi itu
dengan tanduk kambing, lalu memperlihatkannya kepada Abdul Hamid.
"Nah...sekarang kamu sudah bisa membayar nazarmu kepada Allah bukan?" kata Abu Nawas.
Abdul Hamid pun tersenyum puas dengan jawaban yang diberikan oleh Abu Nawas.
Nazar pun akhirnya bisa dipenuhi, betapa senangnya Abdul Hamid dan istrinya bisa memenuhi nazar mereka.
NB (kosakata postingan ini):
Jengkal adalah ukuran panjang.
Satu jengkal sama dengan sak kilan (dalam bahasa Jawa).
Jengkal adalah panjang antara ujung jari ibu dengan ujung jari telunjuk.
Sejengkal adalah satu kali panjang antara ujung jari ibu dengan ujung jari telunjuk.
Abu Nawas memang cerdik, msekipun tak mempunyai kemampuan untuk
melaksanakan titah sang raja, namun dia selalu berhasil melaksanakan
tugasnya. Dan hadiah selalu menanti, sungguh rezeki yang tak disangka.
Suatu ketika Abu Nawas diundang oleh Raja Harun Ar-Rasyid untuk makan
bersama. Maka berangkatlah para pengawal kerajaan untuk menjemput Abu
Nawas di rumahnya. Tak berapa lama kemudian Abu Nawas telah sampai di
istana dengan pakaian sederhana saja.
Abu Nawas langsung diajak berbincang di sebuah pendapa dengan berbagai jamuan makanan lengkap dengan minuman yang segar.
Melihat begitu banyaknya makanan, Abu Nawas pun sangat lahap menyantap
makanan yang dihidangkan kepadanya. Sementara itu, raja masih meneruskan
perbincangannya dengan Abu Nawas tentang kekuasaannya.
Raja Harun Dihargai 100 dinar.
Raja Harun bercerita kepada Abu Nawas terkait dengan luasnya wilayah
yang telah dipimpinnya. Namun Abu Nawas nampak tidak menggubris malah
dia sibuk dengan makanan yang tersaji di hadapannya.
Tak Lama kemudian, raja mulai melontarkan berbagai pertanyaan kepada Abu Nawas.
"Hai Abu Nawas, kalau setiap benda ada harganya, berapakah harga diriku ini?" tanya raja.
Abu Nawas yang masih dalam kondisi kekenyangan setelah makan makan, menjawab sekenanya tanpa berpikir panjang.
"Hamba kira, mungkin sekitar 100 dinar saja Paduka," jawab Abu Nawas.
"Terlalu sekali engkau Abu Nawas, harga sabukku saja 100 dinar," bentak raja.
"Tepat sekali Paduka, memang yang saya nilai dari diri Paduka hanya sebatas sabuk itu saja," ujar Abu Nawas.
Karena merasa tak ingin dipermalukan oleh Abu Nawas karena
kecerdikannya, kali ini raja tidak mau lagi mengambil resiko dengan
beradu pendapat lagi.
Oleh karena itu, Abu Nawas diajak menuju ke tengah-tengah prajuritnya yang merupakan ahli beladiri dan ketangkasan.
"Ayo Abu Nawas, di hadapan para prajuritku, tunjukkanlah kemampuan
memanahmu. Panahlah sekali ini saja, kalau panahmu dapat mengenai
sasaran, hadiah akan menantimu. Tapi kalau gagal, engkau akan aku
penjara," kata raja.
Abu Nawas Mendapat Hadiah.
Abu Nawas pun bergegas mengambil busur dan anak panah. Dengan
memantapkan hati, Abu Nawas membidik sasaran dan mulai memanah. Namun
panahnya meleset dari sasaran.
"Dari pengamatan saya, ini adalah gaya memanah para makelar tanah," ujar Abu Nawas untuk menutupi kelemahannya.
Sesaat kemudian, Abu Nawas mencabut sebuah anak panah lagi dan membidik
sasaran. Lagi-lagi anak panah yang dibidikkan itu melesat terlalu jauh
dari sasaran.
"Kalau yang ini Paduka, ini gaya Juragan Buah kalau sedang memanah," sahut Abu Nawas untuk menutupi kelemahannya yang kedua.
Untuk yang ketiga kalinya, Abu Nawas kembali mencabut anak panah dan
mulai membidiknya. Namu kali ini kebetulan anak panah yang dibidikkan
tersebut mengenai sasaran.
"Nah yang ini Paduka, ini baru gaya Abu Nawas kalau sedang memanah, saya pun menunggu hadiah yang Paduka janjikan," kata Abu Nawas dengan gembira.
Dengan tak bisa menyembunyikan tawanya, Paduka Raja lantas memberikan
hadiah kepada Abu Nawas. Dengan kecerdikannya bermain kata-kata yang
masuk logika akhirnya Abu Nawas mendapat hadiah, dia pun langsung mohon
diri karena tak sabar untuk memberikan hadiah itu kepada istrinya.
Kisah Abu Nawas hadir kembali.
Kali ini tentang hebatnya tongkat yang dimiliki oleh Abu Nawas, padahal
tongkat itu ia cari hanya di hutan seperti kebanyakan orang. Hal ini
dilakukan Abu Nawas karena ingin mengerjai para pencuri yang telah
terlebih dahulu mengerjai dirinya.
Kisahnya.
Krisis ekonomi yang sedang melanda negeri yang dipimpin oleh Raja Harun Ar-Rasyid, membuat seorang Abu Nawas mengalami kesulitan uang. Ia memutuskan untuk menjual keledai kesayangannya, padahal kendaraan itu miliknya satu-satunya.
Tak peduli siapapun orangnya, semua pun bisa terkena imbas dari krisis
ekonomi, tak terkecuali Abu Nawas. Bahkan, demi menjaga asap dapur agar
tetap bisa mengepul, dirinya harus rela menjual keledai kesayangannya
walaupun sebenarnya ia tak tega untuk menjualnya.
Keesokan harinya, Abu Nawas membawa keledainya ke pasar. Namun, dari
kejauhan Abu Nawas rupanya sedang diintai oleh sekelompok pencuri yang
terdiri dari empat orang.
Mereka pun berencana untuk memperdaya Abu Nawas dengan beberapa strategi
yang telah disusun. Ketika Abu Nawas sedang beristirahat di bawah
pohon, salah seorang pencuri mendekatinya dan mengatakan kalau ingin
membeli kambing yang akan dijualnya. Abu Nawas pun terkejut mendengar
perkataan pencuri tersebut. Tapi, dirinya terus melanjutkan
perjalanannya karena yakin bahwa yang dibawanya adalah seekor keledai,
bukan seekor kambing.
Abu Nawas Tertipu.
Di tengah-tengah perjalanan, Abu Nawas pun kembali dihentikan oleh
pencuri kedua dan ketiga. Keduanya pun tak berhasil meyakinkan Abu
Nawas. Abu Nawas percaya diri bahwa yang hendak dijualnya adalah seekor
keladai, bukan seekor kambing.
Walaupun mulai tampak ragu karena ada tiga orang yang menyebut
keledainya dengan seekor kambing, Abu Nawas tetap melanjtukan perjalanan
pergi ke pasar.
Sebelum sampai di pasar, Abu Nawas langsung didatangi oleh pencuri
keempat. Dengan percaya diri, pencuri tersebut meyakinkan Abu Nawas
untuk menjual kambing yang dibawanya.
"Ahaa...bagus sekali kambingmu," kata pencuri keempat percaya diri.
"Kau juga yakin kalau ini adalah kambing," tanya Abu Nawas.
Setelah bernegoisasi, Abu Nawas pun akhirnya menjual keledai yang
dibawanya kepada pencuri keempat sebesar tiga dirham. Dengan perasaan
bingung, Abu Nawas langsung pulang ke rumah karena mengetahui bahwa
keledainya hanya dihargai tiga dirham saja.
Benar saja, sesampainya di rumah, Abu Nawas langsung dimarahi oleh
istrinya karena telah menjual seekor keledai dengan harga yang murah,
hanya tiga dirham saja. Abu Nawas pun menyadari kalau sudah diperdayai
oleh komplotan pencuri yang menggoyahkan akal sehatnya.
Menipu Pencuri.
Akhirnya, terpikir oleh Abu Nawas untuk balik mengerjai komplotan
pencuri tersebut. Abu Nawas pergi ke hutan mencari kayu untuk dijadikan
sebuah tongkat yang nantinya bisa menghasilkan uang. Rencana Abu Nawas
ternyata berjalan dengan lancar.
Tak lama kemudian, banyak orang mulai membicarakan keajaiban tongkat Abu
Nawas. Dan berita itu akhirnya terdengar juga oleh komplotan pencuri
yang telah menipu Abu Nawas dulu. Bahkan, mereka langsung tertarik
karena melihat sendiri kesaktian tongkat tersebut. Cukup dengan
mengacungkan tongkatnya saja, Abu Nawas terlihat makan di kedai tanpa
membayar uang sepeserpun.
Para pencuri pun berfikir kalau tongkat itu bisa dibeli, maka tentu saja
mereka akan cepat kaya. Setelah bernegoisasi yang cukup alot, akhirnya
Abu Nawas menjual tongkatnya sebesar seratus dinar uang emas.
Setelah transaksi selesai, Abu Nawas pun segera melesat pulang sambi
membawa uang dari hasil penjualan tongkat tersebut. Para pencuri itu
segera mencari warung terdekat untuk membuktikan keajaiban tongkat itu.
Seusai makan, mereka mengacungkan tongkat itu kepada pemilik kedai, yang
tentu saja membuat pemilik kedai marah besar.
Keempat pencuri itu tidak terima, karena sebelumnya, Abu Nawas juga melakukan hal yang sama dengan mengacungkan tongkat saja.
Pemilik kedai pun menjelaskan bahwa sebelum makan di kedai miliknya, Abu Nawas telah menitipkan sejumlah uang kepadanya.
Kali ini Abu Nawas berhasil seratus persen mengelabui keempat pencuri itu.
Makanya sob, jangan suka menipu atau mencuri, nanti akan terkena balasannya loh seperti para pencuri yang ada dalam kisah ini.
Meski hanya rakyat biasa, namun Abu Nawas mampu memberikan nasihat
kepada sang raja, bahkan Abu Nawas memberikan nasihat sambil menyindir
perilaku rajanya yang sombong.
Kisahnya.
Suatu saat Raja Harun Ar-Rasyid menunaikan ibadah haji.
Ketika sampai di pusat kota Kuffah, tiba-tiba terlihat olehnya Abu Nawas
sedang menaiki sebatang kayu berlarian ke sana kemari dan diikuti
anak-anak dengan riangnya.
Wajah sang Raja mendadak menjadi sumringah dibuatnya. Matanya
berbinar-binar karena begitu merindukan sosok Abu Nawas. Memang Abu
Nawas sejak beberapa bulan terakhir meninggalkan kerajaannya sebagai
bentuk protes atas ketidakadilan dan kesombongannya.
Sejak kepergian Abu Nawas itulah raja seperti mengalami kesepian. Tidak
ada lagi orang yang diajaknya berdiskusi maupun hanya sekedar bercanda.
Karena itu Raja sangat gembira begitu melihat sosok Abu Nawas.
Dirindukan Raja.
Karena sangat penasaran, Raja Harun Ar-Rasyid kemudian bertanya kepada para pengawalnya.
"Siapa dia?" tanya Raja.
"Dia si Abu Nawas yang gila itu," jawab salah seorang pengawalnya.
"Coba panggil dia kemari, tanpa ada yang tahu, dan sekali lagi aku
peringatkan kamu jangan berkata yang buruk lagi tentang dia, perintah
Raja Harun.
"Baiklah wahai Rajaku," jawab pengawal.
Tidak berapa lama kemudian para pengawal berhasil membawa Abu Nawas ke
hadapan Raja. Abu Nawas diperkenankan duduk di hadapan Raja.
"Salam bagimu wahai Abu Nawas," sapa Raja Harun Ar-Rasyid.
"Salam kembali wahai Amirul Mukminin," jawab Abu Nawas.
"Kami merindukanmu wahai Abu Nawas," kata Raja Harun Ar Rasyid.
"Ya, tetapi aku tidak merindukan Anda semuanya," jawab Abu Nawas dengan ketus.
Beberapa pengawal kerajaan spontan saja akan mencabut pedang dari
sarungnya untuk memberikan pelajaran kepada Abu Nawas yang tak mampu
menjaga perkataannya di hadapan raja, sang pemimpin. Akan tetapi niat
tersebut dicegah sendiri oleh Raja Harun Ar-Rasyid.
"Wahai Abu Nawas, aku merindukan kecerdasanmu, maka berilah aku nasihat," pinta Raja.
"Dengan apa aku menasehatimu, inilah istana dan kuburan mereka," kata Abu Nawas.
"Tambahkan lagi, engkau telah memberikan nasihat yang bagus," ujar raja mulai bersemangat.
"Wahai Amirul Mukminin, barang siapa yang dikarunia Allah SWT dengan
harta dan ketampanan, lalu ia dapat menjaga kehormatannya dan
ketampanannya, serta memberikan bantuan dengan hartanya, maka ia akan
ditulis dalam daftar orang-orang yang shaleh," kata Abu Nawas.
Pemimpin Adil dan Bijaksana
Raja Harun Ar-Rasyid begitu senang mendapatkan nasihat itu. Ia kemudian mengira Abu Nawas menginginkan sesuatu darinya.
"Aku telah menyuruh para pengawalku untuk membayar hutangmu," kata Raja.
"Tidak Amirul Mukminin, kembalikan harta itu kepada yang berhak menerimanya. Bayarlah hutang diri Anda sendiri," kata Abu Nawas.
Namun Raja Harun tak menyerah begitu saja. Ia kemudian mempersiapkan hadiah khusus pada Abu Nawas.
"Aku telah mempersiapkan sebuah hadiah untukmu,"katanya.
"Wahai Amirul Mukminin, apakah Paduka berfikir bahwa Allah hanya
memberikan karunia kepada Anda dan melupakanku," jawab Abu Nawas yang
segera pergi dari hadapan raja.
Perlakuan itu membuat sang Raja merenung sambil mengevaluasi dirinya sendiri.
Raja Harun sadar kalau selama ini dirinya kurang adil dan berlaku
sombong dengan jabatannya sehingga mudah meremehkan orang lain. Usai
mendapat nasihat dari Abu Nawas, Raja Harun berubah menjadi raja yang
adil dan bijaksana kepada rakyatnya.
[Abu Nawas memberikan nasihat berupa sedikit sindiran, namun sang raja
tidak tersinggug, atau marah atau bahkan memenjarakan Abu Nawas. Raja
malah merenung dan terus merenungi apa gerangan kesalahan yang telah dia
buat selama memimpin kerajaan.
Salut untuk Raja Harun Ar-Rasyid yang telah menerima kritikan dari rakyat kecil.]
Kisah Abu Nawas hadir kembali dengan sedikit kisah tentang
petualangan Abu Nawas sebelum bekerja di kerajaan. Namanya saja Abu
Nawas, bukan Abu Nawas kalau kehabisan akal. Selalu ada cara dan alasan
untuk mewujudkan keinginannya. Seperti yang dilakukannya kepada majikan
di tempat dia bekerja. Ia berhasil meminum madu dengan alasan untuk
bunuh diri.
Kisahnya.
Di balik kecerdasan otaknya, ternyata Abunawas memiliki beberapa
keterampilan yang mumpuni. Salah satunya adalah sebagai seorang
penjahit, dan bahkan sebelum menjadi orang kepercayaan raja Harun Al
Rasyid, ternyata Abu Nawas pernah bekerja sebagai penjahit pada majikan
yang bernama Tuan Amir.
Ia bekerja dengan rajin sehinga dengan mudah mendapatkan kepercayaan
dari majikannya. Bagi majikan, Abu Nawas merupakan salah satu
karyawannya yang teladan. Meski demikian, Tuan AMir mengerti kebiasaan
buruk Abu Nawas yang kerap kali meminum atau memakan makanan kepunyaan
tuannya.
Pada suatu hari, Tuan Amir datang dengan membawa satu kendi madu.
Melihat majikannya datang dengan membawa sebuah kendi, Abu Nawas
menghampiri majikannya,
"Untuk apa kendi itu? bolehkah aku meminta isinya?" tanya Abu Nawas.
Karena khawatir madu itu akan diminum Abu Nawas, maka kajikannya terpaksa berbohong,
"Wahai Abu Nawas, kendi ini berisi racun dan aku tidak mau nanti kamu mati karena meminumnya," jawab sang majikan.
Tipuan Abu Nawas.
Abu Nawas yang memang mengerti benar bahwa kendi yang dibawa majikannya
itu khusus untuk madu, ia tidak dapat berbuat banyak. Tak lama setelah
itu, sang majikan pun pergi keluar. Pada saat itu, Abu Nawas memutar
otak untuk bisa meminum madu itu tanpa menyinggung perasaan majikannya.
Karenanya, Abu Nawas menjual sepotong pakaian. Hasil penjualannya itu
kemudian ia gunakan untuk membeli roti.
Setibanya di tempat kerja, roti itu dimakan dengan menggunakan madu
milik sang majikan. Hingga tak terasa madu itu pun habis diminum Abu
Nawas. Madu itu terasa sangat nikmat sehingga membuat Abu Nawas merasa
sangat kekenyangan.
Abu Nawas kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya tanpa menunjukkan
gelagat yang mencurigakan. Namun, tak lama kemudian, majikannya datang
dengan membawa sepotong roti. Alangkah terkejutnya Tuan Amir ini ketika
mendapati tutup kendinya terbuka dan madu dalam kendi itu sudah habis
tak tersisa.
Tak hanya itu, Tuan Amir juga mendapatkan sepotong pakaiannya telah hilang.
"Ini pasti ulah Abu Nawas," gumannya dalam hati.
Tuan Amir pun langsung menghampiri Abu Nawas yang lagi sibuk bekerja menjahit pakaian.
"Hai..Abu Nawas, apa sebenarnya yang telah terjadi, mengapa isi kendi ini habis dan sepotong pakaian teah hilang?" tanya Tuan Amir.
"Maaf Tuan, tadi sewaktu Tuan pergi, ada sekelompok pencuri datang mengambil pakaian majikan," kata Abu Nawas.
"Lantas apa yang kamu lakukan terhadap pencuri itu?" tanya Tuan AMir lagi.
Berpura-pura Takut.
Mendapat pertanyaan yang terus menerus dari majikannya, Abu Nawas
semakin berpuar-pura gemetar. Tapi, meski demikian, dia tetap tidak
kekurangan akalnya.
"Aku ketakutan dan tidak bisa berbuat apa-apa," kata ABu Nawas.
"Lalu mengapa isi kendiku hilang, apakah juga diminum oleh pencuri itu?" tanya Tuan Amir.
"Tidak Tuan," jawab Abu Nawas dengan polosnya.
"Lantas siapa yang telah meminumnya?" tanya Tuan AMir lagi.
"Sekali lagi mohon maaf Tuan majikan, karena takut akan dimarahi oleh
Tuan, maka aku putuskan untuk memilih bunuh diri saja menggunakan racun
yang ada dalam kendi itu," jelas Abu Nawas.
Mendengar pengakuan jujur dan keahlian akal Abu Nawas, Tuan Amir yang
semula akan marah akhirnya mengurungkan niatnya. Ia sadar jika semua itu
juga kesalahannya karena telah berbohong kepada bawahannya.
Huuh...bisa saja nih Abu Nawas dapat madu gratis.
Kali ini mengisahkan tentang siasat Abu Nawas yang tidak ingin tempat tidurnya dijadikan sebagai tempat buang air besar.
Kisahnya.
Pada suatu waktu, Baginda Raja Harun Ar Rasyid sangat gundah hatinya.
Seperti biasa, dirinya ingin sosok Abu Nawas hadir di istana untuk
menghibur hati sang raja. Namun, setelah beberapa kali dipanggil, Abu
Nawas belum juga menampakkan batang hidungnya, entah kenapa.
Setelah lama berfikir, akhirnya baginda raja menemukan cara agar Abu
Nawas bisa hadir di istana kerajaan. Raja menyuruh tiga orang prajurit
untuk pergi ke rumah Abu Nawas agar buang air besar di tempat tidurnya.
"Pengawal, pergilah ke rumah Abu Nawas dan beraklah di tempat tidurnya,
dan kalau kalian berhasil maka masing-masing akan aku berikan uang 1000
dirham," titah raja.
"Daulat paduka," jawab ketiga pengawal itu secara bersamaan.
Sementara itu, duduk di sebelahnya ada ki Patih yang mendengar obrolan rajanya dengan ketiga pengawal itu.
Karena berhubung tugas yang diberikan kepada tiga anak buahnya yang agak
aneh, ki patih memberanikan diri untuk bertanya kepada Sang Raja.
"Maaf Paduka, bukankah tugas yang diberikan itu tampak aneh dan menghina," tanya patih.
"Patih...memang benar, tapi itulah siasatku agar Abu Nawas segera hadir ke istana," jawab Baginda.
"Apakah gerangan rencana Baginda," tanya patih.
"Nanti kamu akan segera mengetahuinya, dan sekarang kamu ikutilah ketiga
anak buahmu itu dan intailah mereka dan sampaikan kepada Abu Nawas,
bila dia berhasil menggagalkan tugas pengawalnya, maka Abu Nawas akan
aku beri uang 3000 dirham dan sekaligus ia boleh memukul utusanku itu,"
titah Raja.
Utusan tiba di rumah Abu Nawas.
Dengan perasaan yang masih bingung, patih segera melaksanakan perintah raja, dia segera berkemas dan menuju ke rumah Abu Nawas.
Tidak beberapa lama kemudian, utusan Baginda raja Harun Ar Rasyid sudah tiba di depan pintu rumah Abu Nawas.
"Kami diutus oleh Baginda Raja untuk buang air besar di tempat tidurmu.
Karena ini perintah Raja, kamu tidak boleh menolak," kata salah satu
utusan itu.
"Saya sama sekali tidak keberatan. Silahkan saja kalau kalian mampu
melaksanakan perinah Raja," jawab Abu Nawas dengan santainya.
"Betul?" tanya utusan Raja.
"Iya...silahkan saja," sahut Abu Nawas.
Abu Nawas mengawasi orang-orang itu beranjak ke tempat tidurnya dengan geram.
"Hmm...berak di tempat tidurku...?? Betul-betul kelewatan," guman Abu Nawas dalam hati.
Abu Nawas memutar otaknya, bagaimana caranya agar para utusan itu
mengurungkan niatnya. Setelah berfikir beberapa saat, Abu Nawas akhirnya
menemukan cara untuk menggagalkan tugas para utusan itu.
Pada saat para utusan itu hendak bersiap-siap buang air besar, mendadak Abu Nawas berkata dari balik jendela kamar.
"Hai para utusan Raja, ada yang lupa saya sampaikan kepada kalian," kata Abu Nawas.
"Apa itu?" tanya salah satu utusan Raja.
"Saya ingatkan supaya kalian jangan melebihi perintah Baginda Raja. Jika
kalian melanggar, saya akan pukul kalian dengan sebuah pentungan besar
dan setelah itu saya akan laporkan kepada Baginda bahwa kalian melanggar
perintahnya," jawab Abu Nawas dengan serius.
Dengan cekatan Abu Nawas segera mengambil sebatang kayu besar yang ada di dapur rumahnya.
Bahkan kini Abu Nawas sudah mengambil pentungan kayu besar itu.
"Hai...apa maksudmu tadi Abu Nawas?" tanya salah satu utusan.
"Ingat...perintah raja hanya buang air besar saja dan tidak boleh lebih dari itu," jawab Abu Nawas.
"Iya..benar," jawab utusan itu.
"Aku ulangi lagi, hanya buang air besar saja tidak boleh lebih,
ingat....tidak boleh kencing, tidak boleh buka celana, tidak boleh
cebok, hanya buang air besar saja," tegas Abu Nawas dengan seriusnya.
"Mana mungkin...itu tidak mungkin, kami juga harus buka celana dan kencing," jawab salah satu utusan.
"Aku akan pukul kalian sekeras-kerasnya jika kalian melanggar perintah raja," sahut Abu Nawas.
Abu Nawas mendapat Hadiah 3000 dirham.
Para utusan itu saling pandang kebingungan dengan ucapan Abu Nawas itu.
Tiba-tiba ada suara seseorang yang memanggil Abu nawas.
"Abu Nawas...!"
Karena ada suara yang sudah tidak asing lagi didengar, Abu Nawas serta
para utusan segera berkumpul untuk menemui asal suara itu. Oh ternyata
suara itu adalah suara ki Patih Jakfar yang merupakan orang kepercayaan
Baginda Raja Harun Ar Rasyid.
"Aku sudah mendengar perdebatan kalian. Baginda Raja memang
memerintahkan para utusan untuk berak di tempat tidurmu. Jika tiga orang
ini sanggup, mereka masing-masing akan mendapatkan seribu dirham. Jika
mereka gagal maka mereka boleh engkau pukul sesuka hatimu," kata ki
Patih Jakfar.
"Oh..begitu...lalu hadiah dari Baginda untukku berapa Tuanku?" tanya Abu Nawas.
"Sekarang juga engkau boleh menghadap Baginda Raja untuk menerima tiga ribu dirham," jawab ki Patih.
"Haaa....," Abu Nawas kaget disertai rasa gembira.
Segera saja Abu Nawas mengambil pentungan, lalu tiga orang utusan yang mau buang air besar tadi dipentungi pantatnya.
"Buk...! Buk...! Buuuk....!"
"Ampun Abu Nawas...!
"Apa kalian mau buang air besar di tempat tidurku...haahhh??"
"Tidaaaak....ampuun..."
Ketiga utusan itu lari terbirit-birit. Ki Patih dan Abu Nawas tertawa terpingkal-pingkal dibuatnya.
Sesaat setelah itu, ki Patih berkata,
"Abu Nawas...Baginda sangat yakin engkau dapat mengatasi masalah ini.
Baginda memang menginginkan kehadiranmu di istana untuk menghibur
hatinya yang saat ini sedang gundah gulana."
Abu Nawas menyetujui permintaan Tuanku Jakfar, dan mereka segera
berangkat menuju istana setelah semua persiapan
dilakukan.javascript:void(0)
Ada-ada saja triknya Abu Nawas ini ya.